» OBITUARI PENULIS DI BUKU-E : PROF. DR. AMRAN HALIM
Obituari : Prof Dr Amran Halim Meninggal Dunia
Kompas (14 Juni 2009)
Palembang, Kompas - Mantan Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (kini Pusat Bahasa) Prof Dr Amran Halim meninggal dunia dalam usia 79 tahun, Sabtu (13/6) pukul 11.40. Amran Halim yang pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Sriwijaya itu juga merupakan penggagas Ejaan Yang Disempurnakan.
Amran Halim meninggal dunia di RS RK Charitas, Palembang, Sumatera Selatan, karena kanker paru. Almarhum sempat dirawat di RS RK Charitas selama 17 hari. Amran Halim lahir pada 25 Agustus 1929 di Pasar Talo, Bengkulu.
Amran Halim meninggalkan seorang istri, Nuryanti Syafniar Amran (65), dan dua anak kandung, Frieda Agnani Amran (50) serta Davron Donny Amran (46). Almarhum juga mempunyai lima anak angkat, yaitu Anova Luska (42), Ribodesiana (41), Medika Azwar (37), Variantono (34), dan Agung Hakimolast (31). Almarhum memiliki 11 cucu dari seluruh anak kandung dan anak angkatnya.
Menurut putri pertamanya, Frieda Agnani Amran, almarhum akan dimakamkan di Pemakaman Umum Puncak Sekuning, Palembang, Minggu pukul 10.00. Saat ini jenazah disemayamkan di rumah duka Perum Taman Istana, Jalan Lingkar Istana, Palembang.
Frieda mengatakan, almarhum pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Bahasa pada tahun 1970-an. Amran Halim adalah penggagas pembakuan Bahasa Malaysia dan Bahasa Indonesia saat menjabat sebagai Ketua Majelis Bahasa Indonesia Malaysia (MBIM). Hasil pembakuan MBIM akhirnya juga digunakan untuk bahasa Brunei Darussalam.
”Ayah saya ikut menyusun Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang masih digunakan sampai sekarang setelah menjabat sebagai Ketua MBIM,” kata Frieda.
Frieda mengungkapkan, sebelum meninggal, Amran Halim masih aktif di sejumlah organisasi di Sumsel, seperti di Dewan Pertimbangan Pendidikan Sumsel sebagai ketua, Dewan Kesenian Sumsel, dan kegiatan kepramukaan. (WAD)
Amran Halim Wafat
Sriwijaya Post (14 Juni 2009)
INNALILLAHI wainnailaihi rojiun, tepat pukul 11.40, Sabtu (13/6) Prof Dr H Amran Halim, seorang yang dikenal sebagai tokoh pendidikan Sumsel, yang tetap komitmen menjaga eksistensi bahasa Indonesia dan budaya Sumsel, dipanggil Al-kholiq saat dirinya masih dirawat di RSMH Palembang. Amran Halim wafat dalam usia 80 tahun.
Banyak kolega dan teman seperjuangan semasa hidupnya, hadir di rumah duka, di Jl Lingkar Istana Komplek Taman Istana Blok G-5, kemarin siang, seperti Sekdaprov Sumsel Drs H Musysrif Suwardi, Ketua Pujasuma Sumsel RH Hariono, Kadis Pendidikan Nasional Sumsel Drs Ade Karyana M.Ed, Kadis Koperasi dan UKM Drs Abdul Shobur MM. Selain itu, hadir tokoh pers Sumsel seperti Drs H Ismail Djalili serta budayawan R Djohan Hanafiah serta tokoh masyarakat Sumsel lainnya.
Purek IV Unsri RHA Hamid Rasyid, mengenal sosok Amran Halim sebagai tokoh pejuang. Bagi Hamid Rasyid, ketokohan almarhum sangat terasa ketika Unsri dipindahkan dari Bukitbesar ke Inderalaya (1990-an). “Ia mengajak semua dosen dan civitas akademi longmarch sejauh 35 kilometer ke Inderalaya, sebagai sikap dan semangat menyambut kampus baru,” katanya.
Prof Amran Halim juga pernah memberikan “kuliah” kepada jajaran redaksi Sripo, pada 2002 lalu. Selama sebulan penuh, seminggu sekali Amran memberikan kuliahnya. Amran memang paling kritis terhadap bahasa Indonesia yang digunakan media massa. Karena itulah Pemred Sripo Hadi Prayogo mengundangnya untuk memberikan semacam kuliah pada jajaran redaksi. Dan Amran tanpa ba bi bu, langsung menerima permintaan itu.
Almarhum meninggalkan seorang istri Hj Nuryanti Syafniar, tujuh orang anak dan tujuh orang cucu. Menurut Frida, anak tertua almarhum, ayahnya dirawat di VIP Penyakit Dalam RSMH karena mengalami gangguan pernapasan. Bahkan pukul 11.00 --40 menit sebelum meninggal --Frida sempat ngobrol. “Saya ngomong dengan Bapak akan menemani keponakan untuk melihat kelulusan, setelah itu mau ngajak makan mi. Bapak bilang, boleh. Dan terlihat tenang bahkan baik-baik saja,” kata Frida yang sejak 2 Juni lalu berada di Palembang karena selama ini tinggal di Belanda ikut suami.
Namun niat untuk mengajak keponakannya keluar, dibatalkannya dan ia bersama keluarga lainnya berkumpul menemani almarhum. “Tepat pukul 11.40, Bapak meninggal,” jelas Frida. Sebelumnya, Amran Halim memang beberapa kali keluar masuk rumah sakit.
Kendati almarhum dikenal sebagai tokoh pejuang, tokoh pendidikan, tokoh budaya, dan aktif di berbagai organisasi seperti sebagai Ketua Kwarda Pramuka Sumsel, Ketua DHD 45 tetapi sesuai dengan wasiatnya, Frida minta ayahnya dimakamkan di TPU Puncak Sekuning tepat berada disamping makam istri pertamanya Hj Rosani dan orang tuanya Abdul Halim. “Tanah kosong disamping makam ibu sudah disiapkan sejak 1998 lalu,” katanya. Rencananya almarhum akan dimakamkan hari ini di TPU Puncak Sekuning pukul 10.00.
Selain kritis, Hamid Rasyid sangat mengagumi jiwa kritisnya terhadap bahasa Indonesia. Hal senada juga disampaikan tokoh pers Sumsel Drs H Ismail Djalili. Semangat nasionalis sangat kental.
Ia pernah mengkritik spanduk tiga bahasa yang terpajang di jalan. Di atas bahasa Inggris, di bawah Cina dan baris ketiga bahasa Indonesia. “Apa ia bilang, lihat betapa rendahnya bangsa kita,” kata Ismail Djalili sambil yang mengenang persahabatannya dengan almarhum. (sin/sta)
» Arsip buku elektronik Prof. Dr. Amran Halim